Terjual |
: |
0 |
Disukai |
: |
0 |
Dilihat |
: |
11 |
Stok |
: |
|
SAMPAH plastik dari beragam jenis terkumpul di ruang belakang sebuah rumah di wilayah Citeureup, Bogor. Beralaskan wadah styrofoam, sampah yang berasal dari bekas minuman saset dan kantong plastik itu sebagian sudah dicacah seukuran 3cmx3cm.
Rumah itu bukanlah tempat pengepulan sampah melainkan bengkel kerja pembuatan Eco Pavings. Sesuai namanya, produk jadinya berupa paving block. Sementara kata Eco digunakan untuk menunjukkan sisi ekologi dengan penggunaan limbah plastik sebagai bahan baku.
Inovasi paving block dibuat tiga pria, Angga nurdiansah, 30, Daman sutiawan, 23, dan Azis pusakantara, 32.
“Eco Pavings dilatarbelakangi keprihatinan kita terhadap sampah plastik,†terang Aziz kepada Media Indonesia, Sabtu (12/1).
Limbah kantong kresek dipilih jadi material sasaran karena keberadaan yang dianggap tidak bernilai. Para pemulung lebih suka mengumpulkan sampah plastik air mineral karena berharga Rp2.500/kg. Sampah plastik ini banyak digunakan untuk daur ulang.
Sementara paving block dipilih sebagai produk daur ulang mereka karena tidak kontak langsung dengan manusia dalam penggunaannya. Dengan begitu permasalahan higienitas dan dampak buruk pada kesehatan tidak akan muncul.
Untuk mewujudkan Eco Pavings, mereka melakukan riset dari 10 bulan yang lalu. Tidak kurang 14 kali uji coba campuran material dilakukan untuk mengetahui komposisi yang paling tepat.
“Kantong kresek sebagai bahan utamanya. Terus ada campuran sebagai pengisi. Materialnya bisa macam-macam. Yang penting punya karakter seperti yang kita inginkan,†lanjut Angga.
Lebih kuat
Proses pembuatan Eco Pavings ini dimulai dari pencacahan plastik yang dilanjutkan dengan pelumeran hingga menjadi bubur. Proses pencampuran dengan material lain dilakukan setelah proses pelumeran itu.
Angga menjelaskan salah satu tantangan adalah menjaga suhu panas untuk melumerkan plastik. “Ketika pemanasannya tidak pas, tentu ikatan polimernya menjadi tidak sempurna, atau dekomposisi,†ujarnya.
Rata-rata sampah plastik kresek berjenis HDPE (high density polyethylene) yang titik lumernya berada pada suhu 160-180 derajat Celsius.
Kekuatan Eco Pavings itu telah diuji melalui 3 parameter, yakni kekuatan tekan, tahan air, dan abrasi. Eco Pavings memiliki tekanan minimal 35 Mpa - 80 Mpa. Adapun abrasi plastik bisa bertahan hingga puluhan tahun tahun. Kekuatan Eco Pavings ini diklaim dua kali lipat dibanding paving block konvensional.
“Kami memodifikasi ini tidak cepat luruh. Kalau secara teori sih plastik itu terurai bisa sampai puluhan sampai ratusan tahun. Jadi kita pendekatan ilmu polimernya di situ,†tambah Angga.
Eco Pavings ternyata membutuhkan sampah plastik yang cukup besar. Setiap satu Eco Pavings membutuhkan sekitar 1/2 kg sampah kantong plastik. Jika dalam 1 meter persegi digunakan 40 Eco Pavings, produk tersebut telah menyingkirkan 20kg sampah plastik dari lingkungan.
Di sisi lain, produk ini masih lebih mahal daripada paving block konvensional. Jika harga paving block di pasaran bervariasi antara Rp80 ribu-Rp130 ribu, Eco Pavings berada pada kisaran Rp156 ribu-Rp160 ribu per meter.
“Memang hasil perhitungan kami, harga per meter persegi dari eco pavings yang kami produksi, lebih tinggi sekitar 30%-35% dibandingkan dengan paving blok biasa,†tambah Aziz.
Kemudian jika memperhitungkan proses pelumeran plastik, energi yang digunakan juga lebih besar daripada yang dibutuhkan proses paving block konvensional. Kebanyakan paving block tidak membutuhkan proses pemanasÂan dalam pembuatannya.
Meski masih memiliki beberapa kelemahan dibanding paving block biasa, dampak lingkungan yang dihasilkan membuat produk tersebut pantas menjadi salah satu solusi pengurangan sampah plastik. Selain itu, Tim Eco Pavings berharap bisa merubah pola fikir masyarakat terhadap sampah plastik. “Salah satu poin pentingnya adalah merubah pola pikir. Artinya masyarakat sudah bisa memilah sampah organik dan anorganik,†terang Daman.
Sampah kresek yang sebelumnya sama sekali tidak dilirik dijadikan punya harga. Mereka bekerja sama dengan salah satu kampung di Citeureup untuk pengumpulan sampah tersebut dengan program sampah tukar sembako. Rp1.300-Rp1.500 untuk 1kg sampah kresek.
“Sampah tukar sembako. Jadi masyarakat mengumpulkan sampah. Kita bekerja sama dengan salah satu toko di desa tersebut. Nanti ditukarkan dengan sembako,†terang Daman. Pengumpulan sampah juga dilakukan melalui program sedekah sampah yang keuntungannya untuk kegiatan sosial. Berikutnya, mereka juga berencana untuk menjalin kerja sama dengan tempat pembuangan akhir (TPA).
“Setelah uji lapangan, kita akan melakukan produksi masal. Kami berharap produk Eco Pavings ini bisa diterima di masyarakat. Karena yang kami jual bukan semata-mata paving block. Di dalamnya terdapat nilai lingkungan dan nilai sosial. Jadi kami harap pasar bisa menerima produk kami,†pungkas Aziz.