Sinopsis Tarian daerah Nagekeo
1.  TEA EKU.
Tarian ini ditarikan oleh perempuan. Namanya demikian karena tarian ini gerakan kakinya mengikuti irama getaran gendang (tea =getar) dan lambaian sapu tangan yang disebut “ekuâ€. Tarian diringi oleh gong gendang dengan irama yang disebut “paka tea ekoâ€/â€paka sa Nageâ€.Tea eku pada zaman dahulu hanyaditarikan pada saat pesta adat dan ritual adat seperti pada saat pembuatan rumah adat (tau sa’o waja) atau pada saat pesta pembunuhan kerbau (Pa bhe). Zaman sekarang sering dipentaskan bila ada acara gereja dan pemerintah atau pada festifal-festifal yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Para penari tea eku, biasanya rambutnya disanggul (poco fu), memakai perhiasan emas di telinganya (teo ne’e wea). Mengenakan busana semacam baju kurung yang disebut “kodo to miteâ€Â dan kain sarung “hoba pojoâ€Â (tenun ikat Boawae) atau “agi Baiâ€Â (kain singket Mbay) dan di pergelangan kaki diikat dengan giring-giring (Woda).
Tea eku sering dipentaskan di Jakarta, Kupang dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Baik dibawakan oleh sanggar-sanggar tari dari Nagekeo atau oleh sanggar-sanggar bentukan orang Nagekeo di diaspora.
2.  TODA GU.
Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dengan busana adat dan dilengkapi pedang adat (topo) dan tombak adat (bhuja). Toda Gu diambil dari nama alat musik pukul (perkusi) yang terdiri dari duah buah“todaâ€Â dan tiga potong bambu aur dengan buku dikiri kanan (Gu) dan ditengahnyadilubangi kira-kira 1 cm sehingga bila dipukul bunyinya seperti kentongan. Alat perkusi tersebut dipukul secara bersama-sama menimbulkan bunyi yang khas dengan irama ragam bunyi tertentu yang sudah diatur dan diwariskan secara turun temurun.  Toda Gu seperti “tea ekuâ€Â hanya dipentaskan pada saat pesta adat. Sekarang sering dipentaskan untuk kepentingan perayaan yang dilakukan oleh pemerintah dan gereja.
Penari Toda Gu mengenakan busana“bokuâ€Â (ikat kepala) atau “podi koliâ€Â (ikat kepala dari daun lontar),  kadang memakai baju,  kadang tidak, menggunakan selendang (sada) dan mengenakan sarung “agi Baiâ€Â (kain songket Mbay).
Toda gu  sering dipentaskan di Jakarta, Kupang dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Baik dibawakan oleh sanggar-sanggar tari dari Nagekeo atau oleh sanggar-sanggar bentukan orang Nagekeo di diaspora.
Tarian Iki Mea Masyarakat Ngada dan Nagekeo
Iki Mea artinya seekor burung yang pemalu. Sebuah tarian nagekeo (sebuah kabupaten baru di Flores tengah) dengan lagu Iki Mea sangat mendukung gerak tarian. Tari ini lebih bersemangat dari tari tandak Gawi dari Kabupaten Ende-Lio atau Dolo-dolo dari Flores Timur.
Tari ini sama bersemangat seperti tari Jai (Ende-Lio). Tari ini sedang trendy di Flores, NTT. Tari ini mengungkapkan syukur, kegembiraan kalangan muda-mudi.
Tarian ini ditarikan oleh perempuan. Namanya demikian karena tarian ini gerakan kakinya mengikuti irama getaran gendang (tea =getar) dan lambaian sapu tangan yang disebut “ekuâ€. Tarian diringi oleh gong gendang dengan irama yang disebut “paka tea ekoâ€/â€paka sa Nageâ€.Tea eku pada zaman dahulu hanyaditarikan pada saat pesta adat dan ritual adat seperti pada saat pembuatan rumah adat (tau sa’o waja) atau pada saat pesta pembunuhan kerbau (Pa bhe). Zaman sekarang sering dipentaskan bila ada acara gereja dan pemerintah atau pada festifal-festifal yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Para penari tea eku, biasanya rambutnya disanggul (poco fu), memakai perhiasan emas di telinganya (teo ne’e wea). Mengenakan busana semacam baju kurung yang disebut “kodo to miteâ€Â dan kain sarung “hoba pojoâ€Â (tenun ikat Boawae) atau “agi Baiâ€Â (kain singket Mbay) dan di pergelangan kaki diikat dengan giring-giring (Woda).
Tea eku sering dipentaskan di Jakarta, Kupang dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Baik dibawakan oleh sanggar-sanggar tari dari Nagekeo atau oleh sanggar-sanggar bentukan orang Nagekeo di diaspora.
2.  TODA GU.
Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dengan busana adat dan dilengkapi pedang adat (topo) dan tombak adat (bhuja). Toda Gu diambil dari nama alat musik pukul (perkusi) yang terdiri dari duah buah“todaâ€Â dan tiga potong bambu aur dengan buku dikiri kanan (Gu) dan ditengahnyadilubangi kira-kira 1 cm sehingga bila dipukul bunyinya seperti kentongan. Alat perkusi tersebut dipukul secara bersama-sama menimbulkan bunyi yang khas dengan irama ragam bunyi tertentu yang sudah diatur dan diwariskan secara turun temurun.  Toda Gu seperti “tea ekuâ€Â hanya dipentaskan pada saat pesta adat. Sekarang sering dipentaskan untuk kepentingan perayaan yang dilakukan oleh pemerintah dan gereja.
Penari Toda Gu mengenakan busana“bokuâ€Â (ikat kepala) atau “podi koliâ€Â (ikat kepala dari daun lontar),  kadang memakai baju,  kadang tidak, menggunakan selendang (sada) dan mengenakan sarung “agi Baiâ€Â (kain songket Mbay).
Toda gu  sering dipentaskan di Jakarta, Kupang dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Baik dibawakan oleh sanggar-sanggar tari dari Nagekeo atau oleh sanggar-sanggar bentukan orang Nagekeo di diaspora.
Tarian Iki Mea Masyarakat Ngada dan Nagekeo
Iki Mea artinya seekor burung yang pemalu. Sebuah tarian nagekeo (sebuah kabupaten baru di Flores tengah) dengan lagu Iki Mea sangat mendukung gerak tarian. Tari ini lebih bersemangat dari tari tandak Gawi dari Kabupaten Ende-Lio atau Dolo-dolo dari Flores Timur.
Tari ini sama bersemangat seperti tari Jai (Ende-Lio). Tari ini sedang trendy di Flores, NTT. Tari ini mengungkapkan syukur, kegembiraan kalangan muda-mudi.