DIMANA LETAK KEBAHAGIAAN

Dhamma Y.M. Bhante Sri Pannavaro Mahathera.

Dimana sesungguhnya letak dari kebahagiaan itu?

Orang miskin, cukup makan makanan yang sederhana saja sudah merasa nikmat sekali, tapi bagi orang kaya yang biasa makan daging, makanan yang mewah baru bisa merasa nikmat. Kalau kita mau teliti di dalam makanan yang sederhana dan makanan yang mewah itu, kita pilah-pilah atau kita periksa dengan mikroskop, adakah 'bahagia' disana? Tidak ada! Yang ada hanya bahan makanan. Lalu mengapa orang yang miskin makan makanan sederhana itu bisa bahagia? Senang, nikmatnya ada dimana? Senang dan nikmat itu ada di dalam batin, Saudara! Kalau orang kaya diberi makanan sederhana, mungkin dia bisa menjadi jengkel, kecewa. Kalau kita periksa lagi di dalam makanan adakah kecewa, jengkel disana? Ternyata tidak ada. Jadi dimana si kecewa dan si jengkel tadi? Juga berada di dalam batin, Saudara!

Kebahagiaan itu ada di dalam diri kita sendiri yang tingginya tidak sampai 2 meteran ini. Dan kita tidak perlu jauh-jauh mencari kebahagiaan ini, kebahagiaan itu berada di dalam diri kita, bukan yang di luar. Dan menjaga kebahagiaan ini menjadi tanggung jawab kita.

Tidak ada agama yang bisa menghadiahkan kebahagiaan, "Nah ini Bahagia!" Tidak ada! Semua agama hanya menunjukkan cara-cara dan kita sendirilah yang melakukannya, melaksanakannya. Semua itu tergantung dari diri kita. Siapa yang bisa membuat bahagia itu? Kita sendiri. Siapa juga yang membuat tidak bahagia itu? Juga kita sendiri. Kebahagiaan itu tergantung pada bagaimana kita menerima perubahan itu, perubahan yang kita lakukan di dalam diri kita.

Kalau kita berani mengubah sikap hidup kita, menghancurkan keserakahan, keakuan, tidak hanya mengejar ketenaran, tapi benar-benar ingin menghancurkan semua hawa nafsu; supaya kebahagiaan itu muncul di dalam batin, kita akan merasa bahagia setiap saat.

Kalau kita tidak menggali sendiri kebahagiaan di dalam batin, kita akan tertipu dengan konsep-konsep dunia yang sangat menggelikan sekali. Cobalah renungkan, kebahagiaan ada di dalam diri kita, tidak ada di dalam makanan, tidak ada di dalam baju, tidak ada di dalam rumah yang mewah, tidak ada di dalam mobil yang berganti-ganti terus, apalagi ditempat-tempat hiburan.

Jadi agama bermanfaat jika agama itu bisa memberikan perubahan di dalam diri kita, memunculkan kebahagiaan di dalam diri kita, sehingga kita tidak perlu mengejar kebahagiaan yang berada di luar diri. Meskipun beragama bertahun-tahun kalau tidak ada perubahan di dalam diri Saudara sejak dulu sampai sekarang, berarti Saudara beragama sama sekali tidak ada manfaatnya. Sekali lagi jangan salah mengerti, agama mendorong agar Saudara menjadi lebih makmur, lebih maju, punya keluarga yang baik, punya rumah yang baik, yang sehat, syukur jika ada berkelebihan, tapi bersamaan itu Saudara juga harus memperhatikan dan membuat perubahan dari dalam diri Saudara, jangan hanya bisa mengubah rumah, mengubah kendaraan, mengubah usaha yang hanya mengubah yang di luar saja.

Agama Buddha masih relevan, kendaraan kita masih bisa berjalan, kalau kita tidak menggunakannya bukan kendaraannya yang salah, tetapi kita sendiri yang tidak bisa. Cobalah berusaha untuk menjadikan agama tidak hanya seminggu sekali ke vihara, tetapi jadikanlah sebagai vitamin, sebagai makanan, sebagai minuman sehari-hari, niscaya Saudara akan bahagia. Buatlah perubahan di dalam diri kita sedikit demi sedikit, perubahan menuju arah yang lebih baik....lebih baik....lebih baik lagi, sehingga akhirnya kita mempunyai sumber KEBAHAGIAAN SEJATI.