PERKAWINAN
Oleh : Ven Thubten Chodron
Memilih teman dan bagaimana sesama teman saling memperhatikan dan bertingkah laku.
Juga berlaku bagi pasangan yang sedang membina hubungan dan juga pasangan suami istri.
Ini disebabkan karena persahabatan dan rasa tertarik yang sama dibutuhkan sebagai dasar yang kokoh dalam membina hubungan antara pria dan wanita. Daripada mendasarkan hubungan pada rasa tertarik secara seksual atau rasa ketergantungan yang berlebihan, satu pasangan akan mempunyai hubungan yang lebih lama bertahan dan memuaskan jika mereka adalah teman yang saling mempercayai, mendukung dan sabar terhadap satu sama lainnya.
Harus ditambahkan bahwa tidak semua orang menginginkan pasangan.
Ini adalah suatu pilihan pribadi, tergantung pada karakter tiap-tiap orang dan faktor-faktor lainnya.
Jika beberapa orang memilih untuk hidup sendiri, ini mungkin akan merupakan cara hidup yang paling membahagiakan dan produktif bagi mereka.
Perkawinan bukanlah untuk semua.
Musik pop dan film menyajikan contoh hubungan pria dan wanita yang ideal.
Jika kita mengambil hal tersebut sebagai contoh, kita akan mengalami kesulitan karena kita mencari Tuan dan Nyonya Sempurna.
Kemelekatan membuat kita memproyeksikan kualitas terhadap orang lain atau membesar-besarkan kualitas baik yang dimilikinya, dan kita terperangkap dalam pusaran kegairahan dan roman.
Pada akhirnya gelembung tersebut meledak. Ini terjadi bukan karena kita atau orang lain melakukan kesalahan, tetapi karena kita mempunyai harapan yang tidak realistis dan tidak memberikan ruang bagi orang lain untuk menjadi dirinya sendiri. Atau, kita mungkin mempunyai angan-angan tentang hubungan yang sempurna yang terbebas dari perselisihan.
Harapan-harapan palsu yang diciptakan oleh kemelekatan tersebut hanya akan membawa kekecewaan bagi kita.
Akan menjadi lebih baik untuk waspada dan menyadari bahwa seseorang mempunyai kualitas yang baik dan juga kelemahan, dan bahwa suatu hubungan akan mempunyai pasang surut.
Terkadang dua orang akan menjadi sangat dekat dan terkadang jauh
Ini adalah sesuatu yang alami, dan kita siap menghadapi hal ini.
Tidak mungkin bagi orang lain untuk memenuhi harapan kita sepenuhnya.
Mengapa? Karena mereka mempunyai keterbatasan, dan pikiran kita tidak tetap.
Apa yang kita inginkan dan harapkan dari orang lain senantiasa berubah.
Sama halnya tidak mungkin bagi orang lain untuk menyelesaikan semua masalah dan kekhawatiran kita.
Hanya kita yang sanggup menyelesaikan masalah kita sendiri dengan berlatih untuk memberikan penawar yang tepat, untuk membebaskan kita dari kemarahan, kemelekatan, kepicikan, keirihatian, dan kesombongan.
Dengan mengerti hal ini, kita akan mempunyai kesabaran, rasa saling menghormati dan kemampuan untuk memaafkan, yang memungkinkan suatu hubungan untuk berkembang dan berlanjut.
Ketika dua orang memasuki hubungan pria dan wanita dengan tujuan untuk mencari kepuasan diri, mereka akan menganggap " kebutuhan dan keinginan mereka lebih penting dari pasangan mereka."
Ini adalah dasar dari semua pertengkaran yang ada.
Tingkah laku yang egois ini akan membawa ke jalan buntu, karena masing-masing pihak menolak untuk mengalah. Tugas kita adalah untuk mengurangi tingkah laku mementingkan diri sendiri, tidak merengek meminta orang lain untuk mengalah.
Perkawinan adalah suatu kesempatan melatih untuk lebih menyayangi orang lain. Suatu hubungan akan stabil dan bertahan jika kedua belah pihak berpikir bahwa tujuan utama untuk hidup bersama adalah untuk saling membantu satu sama lain dan orang lain.
Jika satu orang terganggu oleh tingkah laku yang menjengkelkan, yang lain akan mendorong untuk melihat situasi yang ada dari sisi berbeda.
Atau jika keduanya mempunyai kebiasaan menyendiri sejenak untuk berpikir, dan yang satu menjadi terganggu dan mengabaikan waktu tenangnya, yang satunya akan dengan lembut mendukung untuk memusatkan pikirannya kembali pada perkembangan spiritual dan pribadi.
Saling mendukung dan mendorong semacam ini akan menguatkan hubungan mereka.
Rasa saling menghormati merupakan sesuatu yang sangat penting dalam perkawinan, dan hal ini ditunjukkan melalui cara kita berbicara dan bertindak terhadap orang lain.
Kata-kata yang keji dan tajam tidak akan membawa keharmonisan.
Demikian juga dengan tindakan kasar.
Ketika kita marah kita membuat semua orang yang berada di sekitar kita menderita. Kasar, mengutuk, atau mempermalukan pasangan kita tentang suatu masalah tidak akan membawa kebahagiaan bagi kedua belah pihak.
Jika kita mengembangkan rasa hormat baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain, kita akan berpikir dahulu sebelum berkata karena kita peduli akan akibatnya bagi orang lain. Itu akan menunjukkan rasa hormat kita, baik akan kedudukan maupun kepemilikan pasangan kita.
Jika ia tertarik atau sedang terlibat dalam satu aktivitas tertentu dimana kita terlibat, kita tidak akan keberatan, karena kita mengerti bahwa mereka bukanlah milik kita, mereka adalah satu individu yang unik yang ingin mengembangkan banyak aspek dari kepribadian mereka.
Rasa hormat sama pentingnya ketika berhubungan dengan keluarga pasangan kita. Apakah kita menyukai mertua kita atau tidak, sangatlah penting untuk berbicara dan bertindak terhadap mereka dengan penuh pertimbangan.
Ini bukan berarti membiarkan mereka mengatur hidup kita, karena mungkin mereka mempunyai prioritas atau cara hidup yang berbeda. Akan tetapi kita masih dapat mendengarkan dan berterima kasih pada mereka, meskipun mungkin kita tidak mempraktekannya.
Memusuhi mertua tidak akan menciptakan keharmonisan, sebaliknya dengan menghormati mereka sebagai makhluk hidup akan mendorong terciptanya keselarasan.
Cemburu terhadap perhatian pasangan kita pada keluarganya juga akan menciptakan ketegangan.
Akan menjadi lebih baik jika kita menghormati rasa sayang di antara mereka.
Saling percaya adalah sesuatu yang sangat penting dan hal ini dapat dibangun oleh kedua belah pihak dengan cara saling menyayangi dan bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing-masing. Dengan perubahan dalam peranan wanita dalam pria dalam masyarakat kita sekarang ini, setiap pasangan perlu membagi tugas dan kewajiban mereka sehingga tercipta suasana yang adil, bagi kedua belah pihak. Tiap orang memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga rasa saling mempercayai akan tumbuh.
Rasa saling percaya juga dibangun dengan saling jujur. Karenanya bijaksanalah untuk menghindari melakukan sesuatu yang mengharuskan kita untuk berbohong nantinya.
Jika kita memang melakukan kesalahan, mintalah maaf. Di sisi lain jika pasangan kita meminta maaf, maafkanlah dia, dan cobalah untuk melepaskan segala perasaan sakit hati atau keinginan untuk membalas dendam.
Kesetiaan adalah salah satu cara lain untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan dalam perkawinan.
Jika kita merasa tidak puas dan menginginkan pasangan lain, kita harus menguji dari mana tindakan ini datang.
Apakah hal ini menunjuk pada adanya suatu masalah dalam hubungan yang kita bina dan untuk itu kita perlu membicarakannya dengan pasangan kita? Atau kita hanya sekedar jenuh dan iseng dan membayangkan?
Dalam hal ini, kita dapat mengingatkan diri kita sendiri bahwa bertindak berdasarkan rasa ketidakpuasan ini hanya akan menyebabkan kebingungan dan penderitaan pada diri kita sendiri, pada pasangan, anak-anak kita, dan orang ketiga. Sangatlah penting untuk mengingat akibat dari apa yang kita lakukan bagi orang lain.
Dengan lebih memperhatikan tentang perasaan orang lain dan tidak memusatkan pada keinginan kita semata-mata. Kita tidak akan mendapatkan kesulitan tambahan dalam hubungan seksual pernikahan.
Rasa saling percaya juga harus ditumbuhkan dalam mengurus keuangan dalam keluarga. Setiap pasangan harus membicarakan dan memutuskan bagaimana mengurus uang mereka.
Apapun keputusannya, harus dipatuhi.
Menghambur-hamburkan uang keluarga dengan berjudi, untuk kesenangan pribadi atau membelanjakan lebih dari pendapatan, menyulitkan timbulnya rasa saling percaya.
Dengan alasan itu, akan bijaksana untuk menanyakan pendapat orang lain terlebih dahulu sebelum melakukan suatu pembelian yang penting, dan jika orang tersebut mempunyai daya tahan, ia akan menunggu. Jika kita menghormati pasangan kita, kita tidak akan menggunakan uang sebagai alat untuk menguasai pihak yang lain, atau untuk kepentingan kita sendiri.
Apakah kita menikah atau tidak itu merupakan keputusan pribadi kita.
Dalam agama Buddha, perkawinan bukanlah masalah yang suci, dan tidak ada kewajiban untuk menikah dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan. Demikian juga bukanlah suatu kewajiban bagi satu pasangan untuk mempunyai keturunan.
Satu pasangan mungkin menginginkan lebih banyak waktu untuk kegiatan Dhamma atau proyek sosial, yang mana membuat mereka setuju untuk tidak mempunyai anak.
Pasangan yang lain mungkin merasa bahwa mempunyai keturunan adalah sesuatu yang penting.
Adalah merupakan keputusan pribadi mereka untuk mempunyai keturunan atau tidak dan berapa banyak yang mereka inginkan.
Ketika orangtua membagi pandangan yang sama tentang cara membesarkan anak, anak-anak tersebut tidak akan bingung tentang apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan.
Anak-anak membutuhkan bimbingan secara terus-menerus dari orangtua mereka. Jika orangtua tidak mempunyai tindakan yang konsisten terhadap anak-anaknya, atau jika orangtua mengajarkan hal-hal yang bertentangan, anak-anak mereka akan menjadi sangat bingung.
Ini juga dapat memicu pertengkaran antar orangtua. Seringnya diskusi dan komunikasi antar orangtua akan mencegah dan memecah kesulitan ini.
Mungkin terjadi bahwa meskipun sepasang suami-istri mencoba untuk memecahkan pertentangan mereka, mereka tidak berhasil dan setelah beberapa saat mereka merasa tidak sanggup untuk melanjutkan kehidupan bersama. Seperti juga halnya bahwa perkawinan merupakan hal yang sekuler, demikian juga dengan perpisahan dan perceraian. Tidak ada stigma keagamaan yang melarang hal ini. Jika seseorang ingin menikah kembali boleh saja.
Akan tetapi agama Buddha mendorong kerjasama dan keharmonisan antara sesama, demikian juga dengan kesabaran dan saling memaafkan ketika timbul perbedaan atau tindakan yang merugikan. Pasangan yang menikah harus mencoba sebaik-baiknya untuk waspada dan toleran terhadap perasaan dari pasangannya.
Berlari dari satu orang ke orang yang lain, atau dari situasi ke situasi yang lain untuk mencari kebahagiaan yang lebih banyak dan lebih baik, adalah usaha yang sia-sia, yang hanya akan menimbulkan lebih banyak ketidakpuasan.
Karena itu, kapanpun pada setiap kemungkinan, lebih baik bagi satu pasangan untuk mencoba mengatasi kesulitan perkawinan yang timbul, khususnya bagi kepentingan anak-anaknya.
Dalam hubungan dengan hal ini, Y. M Dalai Lama memberikan pengarahan dalam bukunya Kindness Clarity and Insight :
"Tidaklah cukup bagi suatu pasangan untuk hanya memikirkan masalah percintaan dan kebahagiaan mereka sendiri. Anda mempunyai tanggungjawab moral untuk berpikir mengenai anak-anak Anda. Jika orangtua bercerai, anaklah yang akan menderita, bukan hanya sementara tetapi seumur hidupnya.
Contoh bagi seorang anak adalah orangtuanya sendiri
Jika orangtuanya selalu bertengkar dan akhirnya bercerai, saya rasa secara bawah sadar, jauh di dalam, seorang anak akan sangat terpengaruh dan tercetak jelas akibatnya.
Ini adalah suatu tragedi. Karena itu, nasihat saya adalah untuk perkawinan, sesungguhnya janganlah terburu-buru, berjalanlah dengan sangat hati-hati, dan menikahlah hanya setelah ada pengertian yang baik, dengan demikian kamu akan mendapatkan perkawinan yang bahagia. Kebahagiaan dalam rumah akan membawa kebahagiaan dalam dunia."
Dengan demikian, jika seseorang melihat perkawinan dengan tingkah yang realistis, kesadaran keterikatan, kesederhanaan, kesabaran, rasa hormat dan rasa sayang yang sungguh-sungguh bagi orang lain, akan tumbuh bersama waktu. Untuk memiliki kualitas-kualitas ini, kita perlu bercermin pada tindakan kita, memperbaiki segala tindakan dan pikiran yang mencelakakan, dan menumbuhkan kualitas-kualitas yang baik.
Memilih teman dan bagaimana sesama teman saling memperhatikan dan bertingkah laku.
Juga berlaku bagi pasangan yang sedang membina hubungan dan juga pasangan suami istri.
Ini disebabkan karena persahabatan dan rasa tertarik yang sama dibutuhkan sebagai dasar yang kokoh dalam membina hubungan antara pria dan wanita. Daripada mendasarkan hubungan pada rasa tertarik secara seksual atau rasa ketergantungan yang berlebihan, satu pasangan akan mempunyai hubungan yang lebih lama bertahan dan memuaskan jika mereka adalah teman yang saling mempercayai, mendukung dan sabar terhadap satu sama lainnya.
Harus ditambahkan bahwa tidak semua orang menginginkan pasangan.
Ini adalah suatu pilihan pribadi, tergantung pada karakter tiap-tiap orang dan faktor-faktor lainnya.
Jika beberapa orang memilih untuk hidup sendiri, ini mungkin akan merupakan cara hidup yang paling membahagiakan dan produktif bagi mereka.
Perkawinan bukanlah untuk semua.
Musik pop dan film menyajikan contoh hubungan pria dan wanita yang ideal.
Jika kita mengambil hal tersebut sebagai contoh, kita akan mengalami kesulitan karena kita mencari Tuan dan Nyonya Sempurna.
Kemelekatan membuat kita memproyeksikan kualitas terhadap orang lain atau membesar-besarkan kualitas baik yang dimilikinya, dan kita terperangkap dalam pusaran kegairahan dan roman.
Pada akhirnya gelembung tersebut meledak. Ini terjadi bukan karena kita atau orang lain melakukan kesalahan, tetapi karena kita mempunyai harapan yang tidak realistis dan tidak memberikan ruang bagi orang lain untuk menjadi dirinya sendiri. Atau, kita mungkin mempunyai angan-angan tentang hubungan yang sempurna yang terbebas dari perselisihan.
Harapan-harapan palsu yang diciptakan oleh kemelekatan tersebut hanya akan membawa kekecewaan bagi kita.
Akan menjadi lebih baik untuk waspada dan menyadari bahwa seseorang mempunyai kualitas yang baik dan juga kelemahan, dan bahwa suatu hubungan akan mempunyai pasang surut.
Terkadang dua orang akan menjadi sangat dekat dan terkadang jauh
Ini adalah sesuatu yang alami, dan kita siap menghadapi hal ini.
Tidak mungkin bagi orang lain untuk memenuhi harapan kita sepenuhnya.
Mengapa? Karena mereka mempunyai keterbatasan, dan pikiran kita tidak tetap.
Apa yang kita inginkan dan harapkan dari orang lain senantiasa berubah.
Sama halnya tidak mungkin bagi orang lain untuk menyelesaikan semua masalah dan kekhawatiran kita.
Hanya kita yang sanggup menyelesaikan masalah kita sendiri dengan berlatih untuk memberikan penawar yang tepat, untuk membebaskan kita dari kemarahan, kemelekatan, kepicikan, keirihatian, dan kesombongan.
Dengan mengerti hal ini, kita akan mempunyai kesabaran, rasa saling menghormati dan kemampuan untuk memaafkan, yang memungkinkan suatu hubungan untuk berkembang dan berlanjut.
Ketika dua orang memasuki hubungan pria dan wanita dengan tujuan untuk mencari kepuasan diri, mereka akan menganggap " kebutuhan dan keinginan mereka lebih penting dari pasangan mereka."
Ini adalah dasar dari semua pertengkaran yang ada.
Tingkah laku yang egois ini akan membawa ke jalan buntu, karena masing-masing pihak menolak untuk mengalah. Tugas kita adalah untuk mengurangi tingkah laku mementingkan diri sendiri, tidak merengek meminta orang lain untuk mengalah.
Perkawinan adalah suatu kesempatan melatih untuk lebih menyayangi orang lain. Suatu hubungan akan stabil dan bertahan jika kedua belah pihak berpikir bahwa tujuan utama untuk hidup bersama adalah untuk saling membantu satu sama lain dan orang lain.
Jika satu orang terganggu oleh tingkah laku yang menjengkelkan, yang lain akan mendorong untuk melihat situasi yang ada dari sisi berbeda.
Atau jika keduanya mempunyai kebiasaan menyendiri sejenak untuk berpikir, dan yang satu menjadi terganggu dan mengabaikan waktu tenangnya, yang satunya akan dengan lembut mendukung untuk memusatkan pikirannya kembali pada perkembangan spiritual dan pribadi.
Saling mendukung dan mendorong semacam ini akan menguatkan hubungan mereka.
Rasa saling menghormati merupakan sesuatu yang sangat penting dalam perkawinan, dan hal ini ditunjukkan melalui cara kita berbicara dan bertindak terhadap orang lain.
Kata-kata yang keji dan tajam tidak akan membawa keharmonisan.
Demikian juga dengan tindakan kasar.
Ketika kita marah kita membuat semua orang yang berada di sekitar kita menderita. Kasar, mengutuk, atau mempermalukan pasangan kita tentang suatu masalah tidak akan membawa kebahagiaan bagi kedua belah pihak.
Jika kita mengembangkan rasa hormat baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain, kita akan berpikir dahulu sebelum berkata karena kita peduli akan akibatnya bagi orang lain. Itu akan menunjukkan rasa hormat kita, baik akan kedudukan maupun kepemilikan pasangan kita.
Jika ia tertarik atau sedang terlibat dalam satu aktivitas tertentu dimana kita terlibat, kita tidak akan keberatan, karena kita mengerti bahwa mereka bukanlah milik kita, mereka adalah satu individu yang unik yang ingin mengembangkan banyak aspek dari kepribadian mereka.
Rasa hormat sama pentingnya ketika berhubungan dengan keluarga pasangan kita. Apakah kita menyukai mertua kita atau tidak, sangatlah penting untuk berbicara dan bertindak terhadap mereka dengan penuh pertimbangan.
Ini bukan berarti membiarkan mereka mengatur hidup kita, karena mungkin mereka mempunyai prioritas atau cara hidup yang berbeda. Akan tetapi kita masih dapat mendengarkan dan berterima kasih pada mereka, meskipun mungkin kita tidak mempraktekannya.
Memusuhi mertua tidak akan menciptakan keharmonisan, sebaliknya dengan menghormati mereka sebagai makhluk hidup akan mendorong terciptanya keselarasan.
Cemburu terhadap perhatian pasangan kita pada keluarganya juga akan menciptakan ketegangan.
Akan menjadi lebih baik jika kita menghormati rasa sayang di antara mereka.
Saling percaya adalah sesuatu yang sangat penting dan hal ini dapat dibangun oleh kedua belah pihak dengan cara saling menyayangi dan bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing-masing. Dengan perubahan dalam peranan wanita dalam pria dalam masyarakat kita sekarang ini, setiap pasangan perlu membagi tugas dan kewajiban mereka sehingga tercipta suasana yang adil, bagi kedua belah pihak. Tiap orang memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga rasa saling mempercayai akan tumbuh.
Rasa saling percaya juga dibangun dengan saling jujur. Karenanya bijaksanalah untuk menghindari melakukan sesuatu yang mengharuskan kita untuk berbohong nantinya.
Jika kita memang melakukan kesalahan, mintalah maaf. Di sisi lain jika pasangan kita meminta maaf, maafkanlah dia, dan cobalah untuk melepaskan segala perasaan sakit hati atau keinginan untuk membalas dendam.
Kesetiaan adalah salah satu cara lain untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan dalam perkawinan.
Jika kita merasa tidak puas dan menginginkan pasangan lain, kita harus menguji dari mana tindakan ini datang.
Apakah hal ini menunjuk pada adanya suatu masalah dalam hubungan yang kita bina dan untuk itu kita perlu membicarakannya dengan pasangan kita? Atau kita hanya sekedar jenuh dan iseng dan membayangkan?
Dalam hal ini, kita dapat mengingatkan diri kita sendiri bahwa bertindak berdasarkan rasa ketidakpuasan ini hanya akan menyebabkan kebingungan dan penderitaan pada diri kita sendiri, pada pasangan, anak-anak kita, dan orang ketiga. Sangatlah penting untuk mengingat akibat dari apa yang kita lakukan bagi orang lain.
Dengan lebih memperhatikan tentang perasaan orang lain dan tidak memusatkan pada keinginan kita semata-mata. Kita tidak akan mendapatkan kesulitan tambahan dalam hubungan seksual pernikahan.
Rasa saling percaya juga harus ditumbuhkan dalam mengurus keuangan dalam keluarga. Setiap pasangan harus membicarakan dan memutuskan bagaimana mengurus uang mereka.
Apapun keputusannya, harus dipatuhi.
Menghambur-hamburkan uang keluarga dengan berjudi, untuk kesenangan pribadi atau membelanjakan lebih dari pendapatan, menyulitkan timbulnya rasa saling percaya.
Dengan alasan itu, akan bijaksana untuk menanyakan pendapat orang lain terlebih dahulu sebelum melakukan suatu pembelian yang penting, dan jika orang tersebut mempunyai daya tahan, ia akan menunggu. Jika kita menghormati pasangan kita, kita tidak akan menggunakan uang sebagai alat untuk menguasai pihak yang lain, atau untuk kepentingan kita sendiri.
Apakah kita menikah atau tidak itu merupakan keputusan pribadi kita.
Dalam agama Buddha, perkawinan bukanlah masalah yang suci, dan tidak ada kewajiban untuk menikah dalam rangka memenuhi kewajiban keagamaan. Demikian juga bukanlah suatu kewajiban bagi satu pasangan untuk mempunyai keturunan.
Satu pasangan mungkin menginginkan lebih banyak waktu untuk kegiatan Dhamma atau proyek sosial, yang mana membuat mereka setuju untuk tidak mempunyai anak.
Pasangan yang lain mungkin merasa bahwa mempunyai keturunan adalah sesuatu yang penting.
Adalah merupakan keputusan pribadi mereka untuk mempunyai keturunan atau tidak dan berapa banyak yang mereka inginkan.
Ketika orangtua membagi pandangan yang sama tentang cara membesarkan anak, anak-anak tersebut tidak akan bingung tentang apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan.
Anak-anak membutuhkan bimbingan secara terus-menerus dari orangtua mereka. Jika orangtua tidak mempunyai tindakan yang konsisten terhadap anak-anaknya, atau jika orangtua mengajarkan hal-hal yang bertentangan, anak-anak mereka akan menjadi sangat bingung.
Ini juga dapat memicu pertengkaran antar orangtua. Seringnya diskusi dan komunikasi antar orangtua akan mencegah dan memecah kesulitan ini.
Mungkin terjadi bahwa meskipun sepasang suami-istri mencoba untuk memecahkan pertentangan mereka, mereka tidak berhasil dan setelah beberapa saat mereka merasa tidak sanggup untuk melanjutkan kehidupan bersama. Seperti juga halnya bahwa perkawinan merupakan hal yang sekuler, demikian juga dengan perpisahan dan perceraian. Tidak ada stigma keagamaan yang melarang hal ini. Jika seseorang ingin menikah kembali boleh saja.
Akan tetapi agama Buddha mendorong kerjasama dan keharmonisan antara sesama, demikian juga dengan kesabaran dan saling memaafkan ketika timbul perbedaan atau tindakan yang merugikan. Pasangan yang menikah harus mencoba sebaik-baiknya untuk waspada dan toleran terhadap perasaan dari pasangannya.
Berlari dari satu orang ke orang yang lain, atau dari situasi ke situasi yang lain untuk mencari kebahagiaan yang lebih banyak dan lebih baik, adalah usaha yang sia-sia, yang hanya akan menimbulkan lebih banyak ketidakpuasan.
Karena itu, kapanpun pada setiap kemungkinan, lebih baik bagi satu pasangan untuk mencoba mengatasi kesulitan perkawinan yang timbul, khususnya bagi kepentingan anak-anaknya.
Dalam hubungan dengan hal ini, Y. M Dalai Lama memberikan pengarahan dalam bukunya Kindness Clarity and Insight :
"Tidaklah cukup bagi suatu pasangan untuk hanya memikirkan masalah percintaan dan kebahagiaan mereka sendiri. Anda mempunyai tanggungjawab moral untuk berpikir mengenai anak-anak Anda. Jika orangtua bercerai, anaklah yang akan menderita, bukan hanya sementara tetapi seumur hidupnya.
Contoh bagi seorang anak adalah orangtuanya sendiri
Jika orangtuanya selalu bertengkar dan akhirnya bercerai, saya rasa secara bawah sadar, jauh di dalam, seorang anak akan sangat terpengaruh dan tercetak jelas akibatnya.
Ini adalah suatu tragedi. Karena itu, nasihat saya adalah untuk perkawinan, sesungguhnya janganlah terburu-buru, berjalanlah dengan sangat hati-hati, dan menikahlah hanya setelah ada pengertian yang baik, dengan demikian kamu akan mendapatkan perkawinan yang bahagia. Kebahagiaan dalam rumah akan membawa kebahagiaan dalam dunia."
Dengan demikian, jika seseorang melihat perkawinan dengan tingkah yang realistis, kesadaran keterikatan, kesederhanaan, kesabaran, rasa hormat dan rasa sayang yang sungguh-sungguh bagi orang lain, akan tumbuh bersama waktu. Untuk memiliki kualitas-kualitas ini, kita perlu bercermin pada tindakan kita, memperbaiki segala tindakan dan pikiran yang mencelakakan, dan menumbuhkan kualitas-kualitas yang baik.