POLA PIKIR BUDDHIS

Dhamma Y.M. Bhante Sri Pannavaro Mahathera.

Ada sebuah cerita di zaman Sang Buddha ada seorang pertapa yang bisa berjalan diatas air, menyeberangi sungai. Dia menunjukkan keahliannya itu di depan Sang Buddha.

"Pertapa, berapa lama kamu berusaha hingga bisa mempunyai kepandaian seperti itu?" Tanya Sang Buddha.

"Aku butuh dua puluh tahun, Bhagava".

Kalau kita sebagai orang biasa mendengar jawaban seperti itu, kita akan memujinya, "Wahhhh, kamu hebat sekali! Dua puluh tahun dengan keuletan, kesungguhan bermeditasi sehingga bisa berjalan di atas air, kalau Aku sih tidak mampu." Tetapi komentar Sang Buddha berbeda, apa komentar Sang Buddha?

"Pertapa kalau Aku, dengan uang satu ketip sudah bisa menyeberangi sungai ini (dengan mengupah perahu menyeberangi sungai), tidak perlu sampai 20 tahun".

Bukan sinis, Saudara. Kalau Sang Buddha bukan maha bijaksana, tidak mungkin Beliau akan memberikan jawaban seperti itu, tetapi mungkin akan memuji; "Hebat meditasi mu, tinggi meditasi mu, Aku memuji mu, engkau berhasil", kalau itu kata-kata dari kita. Tetapi Sang Buddha yang maha bijaksana. Kebijaksanaan Sang Buddha itu membuat Buddha memberikan komentar yang sangat tepat sekali.

"Dengan uang satu ketip, Aku bisa menyeberangi sungai ini, tidak perlu menunggu sampai 20 tahun dengan bersusah payah." Itulah kebijaksanaan.

Oleh karena itu, umat Buddha tidak perlu terkagum-kagum, terheran-heran jika mendengar yang ajaib-ajaib, yang wonder-wonder, tentang kegaiban, kesaktian, karena itu tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan kebijaksanaan, apalagi dengan kebijaksanaan Dhamma, sangat tinggi nilainya, tidak bisa dibandingkan sekalipun dengan kegaiban atau kesaktian. Justru Sang Buddha menghargai sengat rendah kesaktian dibandingkan dengan kebijaksanaan. Inilah yang ditunjukkan oleh Sang Buddha.

Cobalah Saudara mempunyai wawasan yang luas. Orang yang mempunyai wawasan yang luas tidak akan mudah marah, tidak mudah tersinggung, tidak mudah naik darah, tidak mudah brangasan. Itulah orang yang kuat. Sekalipun dipancing-pancing, dia akan tenang. Bukan dalam arti tenang masa bodoh, tetapi tenang karena dia tidak ingin ikut terpancing.

Saudara...apakah yang saya maksudkan dengan pandangan atau wawasan yang luas? Yaitu pandangan yang tidak hanya melihat pada satu sisi. Itu bukan pandangan seorang Buddhis. Pandangan seorang umat Buddha harus melihat pada banyak faktor. Satu sebab atau satu faktor tidak mungkin membuat satu keadaan. Satu keadaan itu banyak sekali faktornya. Kalau Saudara mengerti ini, Saudara adalah seorang umat Buddha yang baik. Tetapi kalau Saudara tidak mau mengerti ini, meskipun Saudara mempunyai altar, rajin baca Paritta, saya sulit menganggap Saudara sebagai umat Buddha.

Yang membuat seseorang menjadi umat Buddha itu adalah cara berpikirnya, bukan karena upacaranya. Kalau Saudara siap menjadi umat Buddha, Saudara harus siap mengubah cara berpikir yang tidak sesuai dengan Dhamma.