PATTIDANA
(Pelimpahan jasa)
Menghormat mereka yang patut dihormat, itulah Berkah Utama (Manggala Sutta).
Didalam kitab Suci Tri Pitaka diberikan ajaran tentang upacara pelimpahan jasa. Cerita ini berhubungan dengan raja Bimbisara.
Raja Bimbisara suatu ketika mengundang Sang Buddha dan seluruh bhikkhu ke istana.
Raja dalam kesempatan itu mempersembahkan dana makan serta jubah. Setelah berdana, raja merasakan kebahagiaan. Para bhikkhu pun kemudian pulang ke vihara bersama dengan Sang Buddha. Raja Bimbisara sangat berbahagia pada hati itu, karena dia punya kesempatan mengundang Sang Buddha ke istana. Akan tetapi pada malam harinya raja memperoleh banyak gangguan dari para makhluk tak tampak. Ia banyak mendengar jeritan dan tangisan dari makhluk tak tampak. Raja akhirnya tidak dapat tidur semalaman.
Pada pagi keesokan harinya raja Bimbisara segera pergi ke vihara untuk bertemu dengan Sang Buddha. Sang raja bertanya kepada Sang Buddha tentang gangguan yang dialaminya, padahal ia baru saja melakukan perbuatan baik.
Sang Buddha menerangkan bahwa para makhluk yang mengganggu itu sebenarnya adalah sanak keluarga raja sendiri dari banyak kehidupan yang lalu. Namun, karena mereka telah melakukan kesalahan, mereka kemudian terlahir di alam menderita, alam setan kelaparan.
Oleh karena itu, Sang Buddha kemudian menyarankan kepada raja agar ia sekali lagi mengundang para bhikkhu ke istana. Bila para bhikkhu telah sampai di istana, raja hendaknya mempersembahkan dana makanan dan jubah atas nama para makhluk menderita yang pernah menjadi saudaranya itu.
Pada keesokan harinya, raja Bimbisara mengundang para bhikkhu dan Sang Buddha untuk menerima persembahan dana makan dan jubah. Kemudian jasa kebaikannya dilimpahkan kepada mereka. Para makhluk menderita itu merasakan pula kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan inilah yang menyebabkan mereka mati dari alam menderita dan terlahir kembali di alam bahagia.
Dalam kesempatan itulah Sang Buddha membabarkan Tirokuddha Sutta. Sang Buddha bersabda bahwa di dinding-dinding, di gerbang-gerbang, di persimpangan-persimpangan jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu kebaikan hati kita. Mereka menanti pelimpahan jasa kita dengan penuh kesedihan.
Ketika sanak keluarga para makhluk menderita ini berpesta pora dan menikmati kebahagiaan, tidak ada satu pun di antara mereka yang ingat pada para makhluk menderita ini. Padahal di alam para makhluk menderita ini tidak ada perdagangan, tidak ada penjual makanan. Lalu bagaimana caranya kita menolong mereka? Kita bisa menolong mereka dengan melakukan kebaikan, dan melimpahkan jasanya kepada mereka.
Dari cerita ini jelas kelihatan bahwa sebetulnya pelimpahan jasa secara Buddhis itu dapat dilakukan kapan saja, jadi tidak hanya bisa dilakukan pada bulan ketujuh lunar saja. dapat diterima oleh para makhluk yang kita kirimi. Hanya saja, syaratnya para makhluk itu harus terlahir di alam Paradatupajivika Peta. Kalau leluhur kita tidak terlahir di alam itu, kalau mereka terlahir di salah satu dari 26 alam surga, atau terlahir di alam neraka, maka para makhluk ini tidak bisa menerima pelimpahan jasa kita.
Kalau demikian, apakah manfaat bagi kita membacakan Paritta untuk makhluk yang tidak terlahir di alam peta tersebut? Apabila orang yang telah meninggal itu tidak terlahir di alam Peta tersebut, minimal selama kita membaca-kan Paritta2 tsb, selama itu pula pikiran, ucapan serta perbuatan kita dipupuk untuk sesuatu yang baik, mendoakan agar para almarhum berbahagia. Kenal atau pun tidak kenal kepadanya kita tetap mendoakan semoga almarhum berbahagia. Maka selama setengah jam itu, pikiran, ucapan dan perbuatan kita telah melaksanakan kebaikan.
Bayangkan kalau pagi setengah jam, malam setengah jam lagi, berarti hari ini kita punya satu jam yang berisi pikiran, ucapan, dan perbuatan baik kita. Kalau tiap pagi dan malam kita bisa membaca Paritta setengah jam, maka dalam satu bulan kita dapat mengumpulkan sekitar 30 jam untuk berpikir dan berbuat yang baik. Luar biasa, begitu besar kesempatan melakukan perbuatan baik. Hanya dengan membaca Paritta saja!
Coba saja bila kita diam duduk selama satu jam, maka pikiran dengan mudah mengembara kemana-mana. Kadang timbul pikiran baik, tetapi tidak jarang muncul pikiran jahat. Tetapi dengan diisi kegiatan membaca Paritta, maka pikiran, ucapan serta perbuatan kita otomatis terisi pula dengan kebaikan. Satu jam setiap hari, 30 jam satu bulannya kita berkesempatan mengembangkan kebaikan hanya dengan membaca Paritta. Oleh karena itu, seringlah membaca Paritta, apalagi pada upacara-upacara semacam itu.
Dalam upacara semacam ini, selain kita telah melaksanakan kebaikan dengan membaca Paritta, kita juga dapat melimpahkan jasa kebaikan itu kepada almarhum. Bukankah kita dengan mambaca Paritta berarti telah berbuat baik? Datang dari tempat yang jauh khusus untuk membacakan Paritta. Kita pun juga bisa melimpahkan jasa itu kepada sanak-keluarga kita sendiri yang sudah meninggal. Sanak keluarga kita yang terdiri dari kakek-nenek, orang tua maupun para leluhur dan kerabat kita lainnya. Mereka juga perlu kita berikan pelimpahan jasa agar mereka berbahagia. Jadi, pelimpahan jasa dapat dilaksanakan oleh siapa pun dan kapan pun juga.
Karena pelimpahan jasa ini akan membawa manfaat baik bagi leluhur kita dan juga bagi kita sendiri yang masih hidup.
Artikel Buddhis
Manfaat Pelimpahan Jasa (Pattidana) dalam Agama Buddha
Menghormat mereka yang patut dihormat, itulah Berkah Utama (Manggala Sutta).
Didalam kitab Suci Tri Pitaka diberikan ajaran tentang upacara pelimpahan jasa. Cerita ini berhubungan dengan raja Bimbisara.
Raja Bimbisara suatu ketika mengundang Sang Buddha dan seluruh bhikkhu ke istana.
Raja dalam kesempatan itu mempersembahkan dana makan serta jubah. Setelah berdana, raja merasakan kebahagiaan. Para bhikkhu pun kemudian pulang ke vihara bersama dengan Sang Buddha. Raja Bimbisara sangat berbahagia pada hati itu, karena dia punya kesempatan mengundang Sang Buddha ke istana. Akan tetapi pada malam harinya raja memperoleh banyak gangguan dari para makhluk tak tampak. Ia banyak mendengar jeritan dan tangisan dari makhluk tak tampak. Raja akhirnya tidak dapat tidur semalaman.
Pada pagi keesokan harinya raja Bimbisara segera pergi ke vihara untuk bertemu dengan Sang Buddha. Sang raja bertanya kepada Sang Buddha tentang gangguan yang dialaminya, padahal ia baru saja melakukan perbuatan baik.
Sang Buddha menerangkan bahwa para makhluk yang mengganggu itu sebenarnya adalah sanak keluarga raja sendiri dari banyak kehidupan yang lalu. Namun, karena mereka telah melakukan kesalahan, mereka kemudian terlahir di alam menderita, alam setan kelaparan.
Oleh karena itu, Sang Buddha kemudian menyarankan kepada raja agar ia sekali lagi mengundang para bhikkhu ke istana. Bila para bhikkhu telah sampai di istana, raja hendaknya mempersembahkan dana makanan dan jubah atas nama para makhluk menderita yang pernah menjadi saudaranya itu.
Pada keesokan harinya, raja Bimbisara mengundang para bhikkhu dan Sang Buddha untuk menerima persembahan dana makan dan jubah. Kemudian jasa kebaikannya dilimpahkan kepada mereka. Para makhluk menderita itu merasakan pula kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan inilah yang menyebabkan mereka mati dari alam menderita dan terlahir kembali di alam bahagia.
Dalam kesempatan itulah Sang Buddha membabarkan Tirokuddha Sutta. Sang Buddha bersabda bahwa di dinding-dinding, di gerbang-gerbang, di persimpangan-persimpangan jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu kebaikan hati kita. Mereka menanti pelimpahan jasa kita dengan penuh kesedihan.
Ketika sanak keluarga para makhluk menderita ini berpesta pora dan menikmati kebahagiaan, tidak ada satu pun di antara mereka yang ingat pada para makhluk menderita ini. Padahal di alam para makhluk menderita ini tidak ada perdagangan, tidak ada penjual makanan. Lalu bagaimana caranya kita menolong mereka? Kita bisa menolong mereka dengan melakukan kebaikan, dan melimpahkan jasanya kepada mereka.
Dari cerita ini jelas kelihatan bahwa sebetulnya pelimpahan jasa secara Buddhis itu dapat dilakukan kapan saja, jadi tidak hanya bisa dilakukan pada bulan ketujuh lunar saja. dapat diterima oleh para makhluk yang kita kirimi. Hanya saja, syaratnya para makhluk itu harus terlahir di alam Paradatupajivika Peta. Kalau leluhur kita tidak terlahir di alam itu, kalau mereka terlahir di salah satu dari 26 alam surga, atau terlahir di alam neraka, maka para makhluk ini tidak bisa menerima pelimpahan jasa kita.
Kalau demikian, apakah manfaat bagi kita membacakan Paritta untuk makhluk yang tidak terlahir di alam peta tersebut? Apabila orang yang telah meninggal itu tidak terlahir di alam Peta tersebut, minimal selama kita membaca-kan Paritta2 tsb, selama itu pula pikiran, ucapan serta perbuatan kita dipupuk untuk sesuatu yang baik, mendoakan agar para almarhum berbahagia. Kenal atau pun tidak kenal kepadanya kita tetap mendoakan semoga almarhum berbahagia. Maka selama setengah jam itu, pikiran, ucapan dan perbuatan kita telah melaksanakan kebaikan.
Bayangkan kalau pagi setengah jam, malam setengah jam lagi, berarti hari ini kita punya satu jam yang berisi pikiran, ucapan, dan perbuatan baik kita. Kalau tiap pagi dan malam kita bisa membaca Paritta setengah jam, maka dalam satu bulan kita dapat mengumpulkan sekitar 30 jam untuk berpikir dan berbuat yang baik. Luar biasa, begitu besar kesempatan melakukan perbuatan baik. Hanya dengan membaca Paritta saja!
Coba saja bila kita diam duduk selama satu jam, maka pikiran dengan mudah mengembara kemana-mana. Kadang timbul pikiran baik, tetapi tidak jarang muncul pikiran jahat. Tetapi dengan diisi kegiatan membaca Paritta, maka pikiran, ucapan serta perbuatan kita otomatis terisi pula dengan kebaikan. Satu jam setiap hari, 30 jam satu bulannya kita berkesempatan mengembangkan kebaikan hanya dengan membaca Paritta. Oleh karena itu, seringlah membaca Paritta, apalagi pada upacara-upacara semacam itu.
Dalam upacara semacam ini, selain kita telah melaksanakan kebaikan dengan membaca Paritta, kita juga dapat melimpahkan jasa kebaikan itu kepada almarhum. Bukankah kita dengan mambaca Paritta berarti telah berbuat baik? Datang dari tempat yang jauh khusus untuk membacakan Paritta. Kita pun juga bisa melimpahkan jasa itu kepada sanak-keluarga kita sendiri yang sudah meninggal. Sanak keluarga kita yang terdiri dari kakek-nenek, orang tua maupun para leluhur dan kerabat kita lainnya. Mereka juga perlu kita berikan pelimpahan jasa agar mereka berbahagia. Jadi, pelimpahan jasa dapat dilaksanakan oleh siapa pun dan kapan pun juga.
Karena pelimpahan jasa ini akan membawa manfaat baik bagi leluhur kita dan juga bagi kita sendiri yang masih hidup.
Artikel Buddhis
Manfaat Pelimpahan Jasa (Pattidana) dalam Agama Buddha