MENGAMATI BATIN

Dhamma Y.M. Bhante Sri Pannavaro Mahathera.

Kalau Saudara sedang tidak senang, tidak usah kebakaran jenggot. Sedang tidak senang, ya sudah, nanti akan hilang sendiri. Tidak perlu mencari selingan pergi ke tempat-tempat yang “buruk”, tidak perlu pergi ke tempat yang remang-remang, minum-minum. Tidak perlu! Sadari saja, perhatikan saja, awasi saja rasa tidak senang yang sedang muncul itu, nanti akan hilang sendiri.

Demikian juga kalau sedang senang, sedang gembira, disadari saja, “Wah sedang senang, sedang bahagia.” Meskipun kesenangan itu tidak berasal dari kejahatan, melainkan dari kebaikan. Perhatikan saja! Sewaktu selesai meditasi duduk misalnya, juga timbul perasaan bahagia, atau puas; itu pun harus disadari atau diamat-amati juga.

Kebahagiaan orang meditasi itu juga tidak kekal. Jangan kaget kalau nanti kebahagiaan itu lalu hilang.

Oleh karena itu, tujuan yang tertinggi kita bukan mencari bahagia. Memang kita tidak ingin menderita, wajar! Orang tidak ingin menderita, ingin bahagia. Betul sekali! Tetapi, kebahagiaan itu juga tidak abadi. Perasaan bahagia itu hanya sepintas saja, sebentar saja. Akhirnya, akan mengecewakan kita. Maka yang tertinggi bukanlah mencari kebahagiaan, tetapi mencari kebebasan. Bebas dari perangkap. Tidak terperangkap oleh kebencian, tidak terperangkap juga oleh
kebahagiaan.

Kebencian itu bagaikan pancing. Kalau kita terpancing bagaimana? Marah. Kalau menghadapi yang tidak disenangi, akan muncul marah, jengkel. Kalau sudah jengkel, muncul ucapan dan perbuatan yang tidak bisa dikendalikan; timbullah kejahatan. Itulah pancingan yang berasal dari rasa tidak senang. Rasa senang itu sebetulnya adalah pancingan juga. Yang akan terpancing dari rasa senang itu apa? Serakah, ingin lagi, ingin lagi, ingin lagi. Kalau bisa tiap orang ingin senang seperti itu terus. Itulah hasil pancingan rasa senang, akibatnya keserakahan muncul ke permukaan.

Sangat perlu memelihara dan menjaga kesadaran, dari kita bangun pagi sampai nanti menjelang tidur kembali, meskipun tidak bisa tiap detik. Sebanyak mungkin kita harus menggunakan kesadaran, perhatian penuh atau keawasan dalam hidup keseharian kita, untuk menyadari atau mengawasi apa saja yang muncul pada perasaan dan pikiran kita.

Kalau kita bisa menyadari dengan pengertian ketidak-kekalan, kita akan terbebas meskipun cuma satu detik. Itu berharga sekali. Suatu saat saya merasa sedih, tetapi begitu ingat kesadaran, saya menyadarinya, “Oh, perasaan ini sedang sedih.” Begitu saya menyadari, saya menjadi orang bebas, merasakan kebebasan meskipun sesaat. Saat saya merasa jengkel, tidak enak. Buru-buru harus disadari, “Oh, ini perasaan tidak senang sedang muncul.” Pada saat kita menyadari itu, kita merasa ringan, enteng, bebas, dan jengkel yang mengakibatkan rasa tidak senang itu otomatis menurun, menurun, dan akhirnya lenyap. Detik itu pula terbebas dari kejengkelan, kemarahan, dan kebencian.

Suatu ketika kita makan enak, atau angin sepoi-sepoi menyejukkan, “Waduh, kalau begini rasanya enak.” Eh, hati-hati! Harus segera disadari, supaya tidak terikat atau ketagihan dengan suasana romantis itu, karena suasana yang menyenangkan itu pun, sekali lagi , tidak kekal! Pada saat kita menyadari itu, kita terbebas dari keserakahan dan kebencian. Detik itu kita adalah orang yang terbebas. Kalau kita bisa mempertahankan detik-detik itu terus, itulah yang dikatakan: Kebebasan Sempurna.